Perkembangan dan Masa Depan Smart City Indonesia
16 Februari 2021
Jakarta, Terralogiq mengadakan webinar bertajuk Perkembangan dan Masa Depan Smart City Indonesia. Penyelenggaraan webinar ini merupakan pembuka dari rangkaian webinar #TerraTalks di tahun 2021. Dengan tema Smart City atau Kota pintar dalam tajuk webinar kali bertujuan untuk membangun inisiasi, serta kolaborasi antara swasta dan pemerintah dalam upaya mendukung penerapan 100 Kota Pintar di Indonesia pada tahun 2024.
Yang menjadi narasumber pada pelaksanaan webinar ini adalah Prof. Suhono Harso Supangkat selaku Direktur pusat inovasi kota dan Komunitas Cerdas ITB yang juga menjabat sebagai Komisaris PT KAI. Kemudian Bambang Dwi Anggono selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Kominfo dan Yudhistira Nugraha selaku Kepala BLUD Jakarta Smart City Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Juga hadir Farry Argoebie selaku CTO PT Terralogiq Integrasi Solusi dalam sesi pemaparan kesimpulan.
Tantangan dalam membangung Smart City Indonesia
Dihadiri lebih dari 120 peserta dari kementerian dan Dinas Kominfo secara nasional, webinar membahas bagaimana tantangan dan tahapan yang perlu dilakukan dalam membangun kota pintar yang bisa terintegrasi dan berkolaborasi. Smart City di Indonesia masih menghadapi tantangan perkotaan yang dihadapi seperti biasa di tiap tahunnya. Permasalahan-permasalahan yang timbul adalah mengenai urbanisasi, kemacetan, kemiskinan, dan kriminalisasi karena tidak adanya kesesuaian antara demand dan supply maka banyak juga terjadi pelanggaran-pelanggaran peraturan. Apalagi sekarang dihadapkan dalam permasalahan covid, terutama di kota-kota besar yang menjadi masalah saat ini bukan hanya soal urbanisasi, tetapi juga dalam persoalan keseharian masyarakatnya.
Prof. Suhono Harso Supangkat selaku Direktur pusat inovasi kota dan komunitas cerdas ITB mengemukakan “Persoalan kota yang kalau kita dekati dengan hal yang konvensional maka akan terjadi gap dan suatu issue. Maka dari itu diperlukannya Smartization atau digital transformation. Bagaimana kita dapat cepat mengetahui permasalahan (teknologi ‘sensing’), lalu menggunakan pemahaman untuk menyelesaikan persoalan dengan cepat.” Konsep Smartization terdiri dari Basic value seperti; Safety, Security, Credibility, Reliability, lalu meningkat kepada Smart value yaitu; Convenience, Comfortability, Efficiency, Eco-friendliness. Sehingga bisa didefinisikan Smartization adalah bagaimana cara merealisasi basic value dan smart value tersebut.
“Persoalan yang muncul di kota kadang tidak terjadi integrasi dan kolaborasi. Komitmen diperlukan dalam menjalankan Smartization. Jangan hanya membangun command center dan membangun aplikasi tapi tidak ada komitmen, tidak ada perubahan budaya, dan tidak ada analisis SWOT. Perlu membangun inisiatif untuk membangun Kota Cerdas.” ungkap Suhono.
Smart City merupakan kota yang dapat mengelola berbagai sumberdaya secara efektif dan efisien untuk menyelesaikan berbagai tantangan kota menggunakan solusi cerdas untuk menyediakan infrastruktur dan memberikan layanan-layanan kota yang dapat meningkatkan kualitas hidup warganya.
Solusi yang diperlukan dalam Smart City Indonesia
Smart City adalah tentang bagaimana setiap pihak dalam kawasan kota mengembangkan solusi-solusi (inovatif) untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kota, atau menuju pada kemajuan dan kesejahteraan kota. Guna mewujudkan Smart city, Kementerian Kominfo mendorong pemerintah provinsi menerapkan provinsi pintar (smart province). Bentuk penerapan itu berupa kolaborasi antardaerah dalam mengatasi permasalahan kota.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP) Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Bambang Dwi Anggono saat pelaksanaan webinar Perkembangan dan Masa Depan Smart City Indonesia. Menurut Direktur Bambang, melalui smart province, Pemerintah provinsi diharapkan bisa menjembatani berbagai kendala dan kerjasama yang dilakukan antar daerah. “Sehingga, Pemerintah provinsi tidak sibuk dengan program sendiri, tapi dapat memfasilitasi program smart city dari kabupaten atau kota yang ada di wilayahnya maupun provinsi lain di sekitarnya,” ujarnya.
Direktur LAIP mencontohkan jika Kota Semarang mengalami kekurangan logistik. Maka untuk mengatasi kebutuhan tersebut barang-barang bisa dipasok dari Provinsi Jawa Tengah, sehingga dapat mengurangi kenaikan harga. Selain itu, bisa ditambahkan bentuk penerapan provinsi pintar di daerah lain. Misalnya Provinsi DKI Jakarta yang memiliki early warning system, jika terjadi siaga satu di bendungan Kota Bogor. “Apabila akan terjadi banjir, daerah yang terdampak di sekitar Jakarta bisa antisipasi dan siaga. Selain itu, Jakarta juga menyumbang APBD untuk Jawa Barat dalam antisipasi banjir,” tambahnya.
Baca lebih lengkap ulasannya dalam Kominfo.go.id dengan tajuk Dorong Penerapan Provinsi Pintar untuk Kolaborasi Atasi Permasalahan
Pentingnya kolaborasi dalam ekosistem Smart City
Masa Depan Smart City Indonesia terletak pada kolaborasi. Bisa diambil contoh kolaborasi seperti yang dilakukan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Tengah adalah kolaborasi yang harus dikerjakan untuk mengatur tatanan kota agar menjadi kota pintar. Ketika masalah sudah diketahui gunakanlah kolaborasi. Bekerjasama dengan pemerintah, Komunitas, Akademisi dan dunia usaha. Dari berbagai kolaborasi ini diharapkan menjadi jawaban atas masalah yang penting.
“Perlu dibangun kerjasama dari berbagai pihak, bukan hanya di komunitas internal, namun juga sekitar bahkan pusat hingga negara lain, agar smart city dapat tercapai,” tandas Direktur Bambang. Dalam hal ini bahkan Jakarta harus menyumbang APBD bagi Jawa Barat untuk penanggulangan atau antisipasi Banjir. Banjir ini bisa dijadikan energy juga, bahkan Jakarta Juga menyumbang dana juga untuk kabupaten Bekasi untuk pembuangan sampah. Jadi ini suatu kolaborasi yang memang harus dikerjakan jika kita mengatur suatu tatanan kota.
Sementara itu Suhono menambahkan “Smart City bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di masing-masing kota, sehingga tidak terbatas pada teknologi saja.”
Suhono Supangkat mengimbau kolaborasi yang dilakukan untuk fokus pada tujuan smart city tersebut. Pemerintah provinsi maupun daerah juga harus mampu memiliki visi, strategi, dan kemampuan melihat peluang untuk memberikan solusi kepada masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
“Apabila sudah meningkat kualitasnya, maka suatu kota telah menjadi kota pintar,” pungkas Suhono. Senada dengan Suhono Yudhistira Nugraha selaku Kepala BLUD Jakarta Smart City Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menambahkan. “Smart city itu tidak bisa distandarisasi smart city itu harus memiliki value dari karakteristik kota nya sendiri. Karena berhubungan dengan sustainability dan quality of life. Serta bagaimana smart city itu dapat memberikan dampak langsung kepada masyarakat.”
Farry Argoebie selaku CTO PT Terralogiq Integrasi Solusi mengemukakan “Menurut data Google Ada 40 juta pengguna internet baru di Indonesia. Ini naik dari total tahun lalu sebesar 20 juta, jadi ada seperti percepatan masif terutama di penggunannya. Disini merupakan potensi yang sangat besar karena pengguna-pengguna baru ini baru menggunakan e-commerce, menggunakan ojek online karena muncul masalah baru, muncul nya masalah-masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan cara konvensional.”
Senada dengan hal tersebut Pemerintah DKI Jakarta ingin mengembangkan Jakarta itu sebagai City of Collaboration dalam hal ini peran pemerintah sebagai kolaborator dan masyarakat sebagai co-creator, dan Jakarta Smart City memiliki esensi ini. “Yang kami dapatkan bahwa smart city is not about technology smart city itu berbicara masalah ekosistem. “Kalau kita berbicara ekosistem ini adalah kita berbicara people. Jadi bagaimana kita menyelesaikan permasalahan bersama-sama untuk tujuan bersama.” ungkap Yudhistira.
Farry Argoebie dari Terralogiq menambahkan “Satu use case yang sering kita raise (angkat) adalah urban planning jadi kita mau cari tahu misalnya insight kebiasaan masyarakat di sekitar fasilitas tertentu agar perencanaan urban planning ini bisa dilakukan secara proaktif dan bukan hanya secara reaktif.” Teknologi bisa menjadi salah satu komponen pendukung untuk menjawab kebutuhan dan penuntasan masalah tersebut. Smart City akan dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan baru, dan kita mencoba menjawabnya dengan menggunakan teknologi.
Baca juga : Update dan Tumbuh Bersama Terralogiq di Tahun 2021
“Sekarang data adalah sebagai currency jadi banyak kota-kota Smart City di luar banyak yang menggunakan open API jadi data government itu bisa digunakan oleh business, oleh user, atau startup, dan bisa jadi suatu ekosistem yang mendukung Smart City.” ungkap Farry Argoebie dari Terralogiq.
Ekosistem dan Kolaborasi dalam Smart City Indonesia
Yang perlu dibangun adalah ekosistem, siapapun leaders atau pemimpin kota pintar tersebut, ekosistem itu menjadi pondasi yang akan tetap terjaga. Tiga kunci yang bisa diambil dalam menerapkan Smart City yaitu teknologi, inovasi, dan kolaborasi. “Pemenuhan ketiga hal tersebut adalah untuk menjawab permasalahan – permasalahan perkotaan, atau bisa benar-benar memenuhi kebutuhan warga. Jadi pemanfaatan teknologi ini untuk menjawab bagaimana mewujudkan kota yang inovatif, kota yang maju, dan masyarakat yang bahagia.” pungkas Yudhistira Nugraha dari Kepala BLUD Jakarta Smart City Pemprov DKI Jakarta.
Masa depan Smart City Indonesia kan bergantung pada kolaborasi dan upaya bersama-sama. Dimana dalam mementaskan permasalahan kota diperlukannya kerjasama yang baik antara stakeholders. Peran ini bukannya hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi diperlukannya juga peran proaktif dari para komunitas, startup, swasta, hingga kontributor atau masyarakat itu sendiri.
“Kami bisa membantu beradaptasi seperti identifikasi lokasi, identifikasi bisnis, identifikasi laporan untuk hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dan hal-hal yang memerlukan analisa mengenai lokasi, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya mengenai pementasan persoalan urban planning, dan analisa resiko.” Tutup Farry Argoebie dari Terralogiq.