Tingkatkan Bisnis dengan Direct to Consumer D2C Business Model
13 Mei 2023
Perkembangan dunia usaha atau bisnis kini harus diakui memang semakin kompetitif, hal ini tak lepas banyaknya merek-merek baru bermunculan serta ide-ide dari para founder startup yang seringkali menjadi kompetitor daripada perusahaan-perusahaan old money. Hal ini ini juga didukung oleh perkembangan teknologi yang begitu cepat, karena perlu diakui bahwa teknologi sangat mempengaruhi bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan dan tetap menghasilkan keuntungan.
Salah satu bisnis yang muncul di era perkembangan teknologi dan menjadi kompetitor para perusahaan sejenis terdahulunya adalah bisnis transportasi. Dahulu, Anda pasti sangat familiar dengan jenis transportasi taksi, sehingga kemanapun Anda pergi pasti yang ada di mindset Anda adalah memesan taksi atau menggunakan angkutan umum seperti angkot dan bus kota. Akan tetapi, kini muncul sebuah jenis transportasi baru yakni transportasi online yang menawarkan kelebihan di antaranya adalah harga yang lebih terjangkau.
Adanya pergeseran pola bisnis seperti contoh di atas merupakan hasil dari disrupsi ekonomi digital, di mana bisnis yang berbasis teknologi akan menggeser bisnis yang belum berbasis teknologi. Bahkan, salah satu perusahaan transportasi online di Indonesia bukan hanya merambah ke bisnis transportasi, melainkan juga ke jasa pengiriman makanan, jasa pengiriman barang, jasa pembayaran tagihan, bahkan layanan telemedicine.
Maka dari itu, diperlukan strategi marketing serta bisnis yang mampu untuk menjawab segala tantangan di dunia bisnis saat ini. Ada banyak beberapa strategis bisnis yang biasa disebut dengan business model atau bisnis model, di antaranya adalah B2C (Business to Consumer), B2B (Business to Business), C2C (Customer to Customer), dan yang sedang populer adalah D2C (Direct to Consumer).
Lantas, bagaimana penerapan D2C business model di dalam dunia usaha? Simak penjelasannya berikut ini:
Key Takeaways:
- D2C atau Direct to Consumer adalah sebuah model bisnis yang tengah naik daun dan dinilai sebagai salah satu cara untuk bersaing di era bisnis digital saat ini.
- Perkembangan teknologi digital memaksa para pelaku usaha untuk beradaptasi demi kelangsungan bisnis mereka.
Pengertian D2C Business Model
D2C business model adalah singkatan dari direct to consumer yang berarti adalah model bisnis yang dilakukan langsung dari penjual ke pembeli, hal yang paling menonjol dari D2C ini adalah dengan menghilangkan peran middleman, dalam hal ini adalah distributor. Karena apabila sebuah perusahaan masih menggunakan model bisnis konvensional, alur supply chain secara umum berawal dari produsen, dilanjutkan ke distributor, hingga pada akhirnya sampai ke tangan konsumen.
Selain bertujuan untuk menghilangkan peran distributor, penerapan model bisnis D2C juga dapat meningkatkan digital presence dari sebuah perusahaan, karena di ini perusahaan memiliki kesempatan dalam memasarkan dan melakukan komersialisasi sesuai kebutuhannya, misalnya saja melakukan marketing campaign melalui sosial media dan ecommerce.
Baca juga: Memahami Konsep Bisnis O2O untuk Pengembangan Bisnis
Strategi Dalam Penerapan D2C Business Model
Dengan keunikannya yaitu memiliki wewenang dalam melakukan pemasaran dan penjualan produk, penerapan model bisnis D2C memerlukan strategi yang tepat dalam menghadapi kondisi pasar saat ini. Karena dengan model bisnis D2C yang semakin naik daun, bukan tidak mungkin akan banyak juga perusahaan yang mengadopsi model bisnis tersebut, sehingga akan menambah kompetitor atau bahkan bersaing dengan perusahaan besar yang sudah stabil dan memiliki reputasi ternama.
Berikut ini merupakan beberapa strategi sebelum menerapkan model bisnis D2C:
1. Memahami Kebutuhan Konsumen
Hal yang paling penting untuk diperhatikan sebelum menerapkan D2C adalah memahami kebutuhan konsumen atau audiens, karena tidak seperti model bisnis lainnya, D2C business model memungkinkan perusahaan untuk dapat lebih mengenal karakteristik konsumennya sendiri. Biasanya sebuah perusahaan akan memberikan ruang kepada konsumen untuk memberikan berbagai feedback guna dijadikan bahan untuk memperbaiki dan mengembangkan produknya.
Selain itu, dengan menerapkan bisnis model D2C, perusahaan juga dipastikan memiliki akses terhadap data para konsumennya, hal ini tentu saja menjadi poin plus. Dengan adanya akses data konsumen, perusahaan dapat lebih mudah dalam pengembangan produk atau untuk strategi marketing, dengan memanfaatkan data usia konsumen dan geografis konsumen misalnya.
2. Melakukan Analisa Terhadap Customer Journey
Seperti sesuai dengan namanya, customer journey adalah kegiatan yang dimulai dari konsumen mengenal brand tertentu, melihat-lihat katalog produk yang dijual, melakukan transaksi pembelian, hingga pada fase after sales.
Sejatinya, customer journey tidak semudah seperti pada penjelasan di atas. Simak contoh kecil dari customer journey di bawah ini.
“Si A sedang membutuhkan produk perawatan wajah dan memutuskan untuk mencarinya melalui Google, ketika si A menuliskan kata kunci dari produk yang dimaksud, maka akan langsung bermunculan website yang menjual produk tersebut.
lantas si A mengunjungi website Anda dan menemukan produk yang diinginkan, ternyata terdapat promo potongan harga dan promo diskon ongkos pengiriman apabila membeli di website Anda. Lantas, apakah si A langsung tergiur untuk membelinya?
Tentu tidak, si A akan kembali ke hasil pencarian Google dan mengunjungi situs lain yang menjual produk serupa, akan tetapi si A tidak menemukan benefit yang setimpal dengan apa yang website Anda tawarkan. Lalu, apakah si A segera melakukan transaksi pembelian di website Anda?
Belum tentu, si A akan melihat review dari produk Anda melalui sosial media dan ulasan yang terdapat di website Anda sendiri. Ketika diketahui bahwa review cukup positif, maka si A memutuskan untuk membeli produk perawatan wajah dari website Anda.”
Sebuah contoh dari customer journey di atas adalah gambaran dari proses bagaimana seorang konsumen dari mulai melihat-lihat sampai dengan melakukan transaksi pembelian.
Setiap perusahaan perlu memperhatikan customer journey secara saksama agar dapat menghasilkan produk dan menargetkan konsumen dengan tepat.
3. Memanfaatkan Data Pelanggan Dengan Sebaik Mungkin
D2C business model dapat dikatakan sebagai model bisnis yang baru apabila dibandingkan dengan model bisnis seperti B2B, B2C, dan lain-lain. Menjadi populer belakangan ini berkat kelebihannya dalam hal pengaksesan data pelanggan, hal ini akan lebih sulit terjadi apabila masih menerapkan model bisnis konvensional.
Namun, hal ini dapat menjadi bumerang apabila tidak dikelola dengan baik. Perusahaan wajib mengelola data pelanggan dengan cermat agar dapat menyasar target konsumen dengan benar, hal ini diperlukan mengingat proses distribusi dan penjualan sudah tidak dibantu lagi oleh distributor, artinya perusahaan menjadi independen dalam segala hal termasuk dalam penjualan produk.
4. Meningkatkan Digital Presence Bisnis Anda
Sebelum sebuah bisnis dapat menjual produknya ke konsumen, sebuah perusahaan perlu merasa diakui bahwa kehadirannya diketahui oleh masyarakat luas, karena apabila tidak maka proses penjualan produk tidak akan maksimal. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan digital presence agar reputasi bisnis yang Anda bangun semakin dikenal oleh masyarakat.
Ada beberapa hal yang dapat membantu meningkatkan digital presence bisnis Anda, yaitu menciptakan teknik marketing dengan cara membuat konten yang interaktif melalui sosial media untuk mendapatkan engagement dari calon konsumen. Kedua, Anda dapat menyediakan layanan customer support sehingga calon konsumen merasa terbantu ketika menghadapi kendala dalam melakukan fase customer journey tersebut.
Baca juga: Bisnis Ritel: Pengertian, Klasifikasi, Tujuan, dan Contohnya
Keuntungan Dalam Penerapan D2C Business Model
Apa saja keuntungan dalam penerapan D2C Business Model?
1. Meningkatkan Customer Experience
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pelanggan adalah raja, begitu kira-kira ungkapan yang ada. Ya, memang betul pelanggan adalah raja, hal ini dikarenakan apabila tidak ada pelanggan, lantas siapa yang akan membeli barang atau jasa sebuah perusahaan?
Dengan menerapkan D2C business model, bisnis Anda memiliki kesempatan untuk meningkatkan customer experience karena adanya hubungan langsung antara perusahaan dan pelanggan.
2. Memiliki Wewenang Dalam Mengakses Data Pelanggan
Di masa sekarang, banyak orang sepakat bahwa data adalah “minyak” baru, artinya data memiliki value yang sama pentingnya seperti minyak bumi saat ini, mengapa demikian? Dengan data mentah yang Anda miliki, Anda dapat mengubahnya menjadi apapun yang diinginkan, misalnya untuk mencari letak geografis dalam penentuan lokasi pembukaan cabang toko baru, maka Anda dapat menggabungkan data mentah yang berisi lokasi dan beberapa parameter pendukung lainnya.
Dengan menerapkan model bisnis D2C, perusahaan memiliki akses penuh dalam melihat dan mengelola data pelanggan, sehingga perusahaan dapat membuat sejumlah keputusan-keputusan strategis berdasarkan data yang berhasil didapatkan. Tidak seperti model bisnis lainnya yang harus melalui distributor, sehingga feedback dari pelanggan tidak sepenuhnya dapat diterima oleh perusahaan.
3. Memiliki Wewenang Dalam Mengatur Customer Journey
Setelah sempat memahami betapa pentingnya sebuah customer journey bagi sebuah bisnis, kini Anda memiliki kesempatan untuk lebih memahami arti dari sebuah customer journey dengan menerapkan D2C business model. Tanpa adanya campur tangan pihak ketiga yang dalam hal ini adalah distributor, sebuah perusahaan dapat memfokuskan diri dalam mencari calon pelanggan baru atau menjaga hubungan baik dengan para pelanggan loyal, hal ini dapat terjadi karena adanya customer journey.
Perusahaan yang menerapkan D2C akan memiliki kendali penuh dalam menentukan strategi pemasaran beserta dengan eksekusinya.
Tantangan Dalam Penerapan D2C Business Model
Beberapa tantangan dalam penerapan D2C business model:
1. Adanya Tambahan Tanggungjawab
Setuju dalam penerapan D2C business model berarti juga setuju dengan tanggungjawab yang lebih besar, hal ini tak lepas dari penerapan D2C yang memungkinkan setiap perusahaan memiliki kontrol penuh mulai dari produksi sampai dengan fase distribusi.
Dengan adanya penerapan D2C, perusahaan wajib melakukan monitoring seluruh tahapan alur bisnis dari supply chain, mengelola toko online, packing, fulfillment, returns, warehousing, dan masih banyak lagi.
2. Meningkatnya Biaya Marketing
Bagi perusahaan yang akan menerapkan model bisnis D2C terutama bagi sebuah perusahaan baru, akan cukup menantang karena produk yang akan dijual harus dikenal terlebih dahulu oleh masyarakat luas. Untuk menyiasati hal ini, biasanya para perusahaan baru atau startup menyewa jasa pemasaran yang menggunakan para influencer, hal ini dikarenakan para influencer pasti memiliki pengikut di sosial media yang cukup banyak dan adanya kemungkinan para pengikutnya akan mengikuti apa yang idolanya lakukan di sosial media.
Namun, menggunakan jasa promosi influencer membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena bagaimanapun juga para influencer telah memiliki harganya masing-masing sesuai dengan jumlah pengikut serta engagement-nya di sosial media.
Baca juga: Apa itu Distribution Strategies? Kupas Semuanya Di Sini
Contoh Perusahaan yang Berhasil Mengadopsi D2C Business Model
1. Warby Parker
Warby Parker merupakan merek Amerika Serikat yang menjual kacamata secara online, sehingga konsumen tidak perlu repot-repot untuk datang ke optik. Warby Parker berhasil dalam menjual produknya dengan harga yang lebih murah dari kompetitornya karena mengadopsi D2C business model, yaitu dengan menghilangkan distributor dalam supply chain nya.
2. Nanit
Nanit merupakan sebuah perusahaan yang menyediakan perangkat untuk memantau tidur bayi, sehingga dapat memberikan insight mengenai pola rutin bagaimana bayi tidur. Perusahaan Nanit awalnya merasa sulit ketika menjual produknya melalui toko-toko yang dalam hal ini adalah distributor, sampai pada akhirnya menerapkan model bisnis D2C dengan cara langsung menjual produknya ke konsumen.
Nanit berhasil membukukan growth funding pada tahun 2020 sebesar 20 juta Dolar Amerika Serikat.
Petakan Target Konsumen Anda Dengan Efektif Bersama Terralogiq
Memasarkan sebuah produk atau jasa memang gampang-gampang susah, terdapat beberapa poin penting supaya upaya pemasaran yang Anda lakukan dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran, salah satunya dengan teknologi geomarketing. Geomarketing adalah proses untuk menentukan profil calon konsumen berdasarkan letak geografisnya, Anda dapat menemukan tingkatan sosial ekonomi, di mana mereka tinggal, bagaimana mereka dapat berkunjung ke toko Anda, hingga buying habits dari si calon konsumen.
Terralogiq merupakan Google Cloud Premier Partner terpercaya di Indonesia dan telah dipercaya oleh lebih dari 150 klien yang tersebar dari sektor swasta dan juga instansi pemerintahan seperti Pertamina, PGN, PLN, BCA, Djarum, Alodokter, dan masih banyak lagi.
Beberapa keuntungan menggunakan teknologi geomarketing dari Terralogiq, sebagai berikut:
- Meningkatkan tingkat efektivitas dalam penggunaan rute transportasi calon konsumen.
- Menampilkan data mengenai informasi geografis serta informasi data ekonomi di daerah yang akan dijadikan tempat usaha.
- Meningkatkan potensi dalam pengembangan bisnis dengan menganalisa kondisi pasar di suatu daerah.
Tertarik untuk menggunakan layanan Geomarketing dari Terralogiq? Kunjungi situs resmi kami di sini dan dapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai layanan yang Anda butuhkan.